Sabtu, 09 Juli 2011

PERUBAHAN DALAM ADAT ISTIADAT TIONGHOA

            PERNIKAHAN ADAT TIONGHOA
Masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah masyarakat patrilinial yang terdiri atas marga / suku yang tidak terikat secara geometris dan teritorial, yang selanjutnya telah menjadi satu dengan suku-suku lain di Indonesia. Mereka kebanyakan masih membawa dan mempercayai adat leluhurnya.
Umumnya orang-orang Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia membawa adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan mereka. Salah satu adat yang seharusnya mereka taati adalah keluarga yang satu marga (shee) dilarang menikah, karena mereka dianggap masih mempunyai hubungan suku. Misalnya : marga Lie dilarang menikah dengan marga Lie dari keluarga lain, sekalipun tidak saling kenal. Akan tetapi pernikahan dalam satu keluarga sangat diharapkan agar supaya harta tidak jatuh ke orang lain. Misalnya : pernikahan dengan anak bibi (tidak satu marga, tapi masih satu nenek moyang).
Ada beberapa yang sekalipun telah memeluk agama lain, namun masih menjalankan adat istiadat ini. Sehingga terdapat perbedaan di dalam melihat adat istiadat pernikahan yaitu terutama dipengaruhi oleh adat lain, adat setempat, agama, pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing.
Pesta dan upacara pernikahan merupakan saat peralihan sepanjang kehidupan manusia yang sifatnya universal. Oleh karena itu, upacara pernikahan selalu ada pada hampir setiap kebudayaan. Demikian pula halnya dengan adat pernikahan orang Tionghoa yang mempunyai upacara-upacara antara lain:
Upacara menjelang pernikahan
  1. Melamar : Yang memegang peranan penting pada acara ini adalah mak comblang. Mak comblang biasanya dari pihak pria.
  2. Penentuan : Bila keahlian mak comblang berhasil, maka diadakan penentuan bilamana antaran/mas kawin boleh dilaksanakan.
  3. “Sangjit” / Antar Contoh Baju : Pada hari yang sudah ditentukan, pihak pria/keluarga pria dengan mak comblang dan kerabat dekat mengantar seperangkat lengkap pakaian mempelai pria dan mas kawin. Mas kawin dapat memperlihatkan gengsi, kaya atau miskinnya keluarga calon mempelai pria. Semua harus dibungkus dengan kertas merah dan warna emas. Selain itu juga dilengkapi dengan uang susu (ang pauw) dan 2 pasang lilin. Biasanya “ang pauw” diambil setengah dan sepasang lilin dikembalikan.
  4. Tunangan : Pada saat pertunangan ini, kedua keluarga saling memperkenalkan diri dengan panggilan masing-masing.
  5. Penentuan Hari Baik, Bulan Baik : Suku Tionghoa percaya bahwa dalam setiap melaksanakan suatu upacara, harus dilihat hari dan bulannya. Apabila jam, hari dan bulan pernikahan kurang tepat akan dapat mencelakakan kelanggengan pernikahan mereka. Oleh karena itu harus dipilih jam, hari dan bulan yang baik. Biasanya semuanya serba muda yaitu : jam sebelum matahari tegak lurus; hari tergantung perhitungan bulan Tionghoa, dan bulan yang baik adalah bulan naik / menjelang purnama.

Upacara pernikahan
  1. 3 – 7 hari menjelang hari pernikahan diadakan “memajang” keluarga mempelai pria dan famili dekat, mereka berkunjung ke keluarga mempelai wanita. Mereka membawa beberapa perangkat untuk meng-hias kamar pengantin. Hamparan sprei harus dilakukan oleh keluarga pria yang masih lengkap (hidup) dan bahagia. Di atas tempat tidur diletakkan mas kawin. Ada upacara makan-makan. Calon mempelai pria dilarang menemui calon mempelai wanita sampai hari H.
  2. Malam dimana esok akan diadakan upacara pernikahan, ada upacara “Liauw Tiaa”. Upacara ini biasanya dilakukan hanya untuk mengundang teman-teman calon kedua mempelai. Tetapi adakalanya diadakan pesta besar-besaran sampai jauh malam. Pesta ini diadakan di rumah mempelai wanita. Pada malam ini, calon mempelai boleh digoda sepuas-puasnya oleh teman-teman putrinya. Malam ini juga sering dipergunakan untuk kaum muda pria melihat-lihat calonnya (mencari pacar).
Upacara Sembahyang Tuhan “Cio Tao
Di pagi hari pada upacara hari pernikahan, diadakan Cio Tao. Namun, adakalanya upacara Sembahyang Tuhan ini diadakan pada tengah malam menjelang pernikahan. Upacara Cio Tao ini terdiri dari :
  • Penghormatan kepada Tuhan
  • Penghormatan kepada Alam
  • Penghormatan kepada Leluhur
  • Penghormatan kepada Orang tua
  • Penghormatan kepada kedua mempelai
Meja sembahyang berwarna merah 3 tingkat. Di bawahnya diberi 7 macam buah, a.l. Srikaya, lambang kekayaan.
Di bawah meja harus ada jambangan berisi air, rumput berwarna hijau yang melambangkan alam nan makmur. Di belakang meja ada tampah dengan garis tengah 1/2 meter dan di atasnya ada tong kayu berisi sisir, timbangan, sumpit, dll. yang semuanya itu melambangkan kebaikan, kejujuran, panjang umur dan setia.
Kedua mempelai memakai pakaian upacara kebesaran Cina yang disebut baju “Pao”. Mereka menuangkan teh sebagai tanda penghormatan dan memberikan kepada yang dihormati, sambil mengelilingi tampah dan berlutut serta bersujud. Upacara ini sangat sakral dan memberikan arti secara simbolik.
Ke Kelenteng
Sesudah upacara di rumah, dilanjutkan ke Klenteng. Di sini upacara penghormatan kepada Tuhan  dan para leluhur.
Penghormatan Orang tua dan Keluarga
Kembali ke rumah diadakan penghormatan kepada kedua orang tua, keluarga, kerabat dekat. Setiap penghormatan harus dibalas dengan “ang pauw” baik berupa uang maupun emas, permata. Penghormatan dapat lama, bersujud dan bangun. Dapat juga sebentar, dengan disambut oleh yang dihormati.
Upacara Pesta Pernikahan
Selesai upacara penghormatan, pakaian kebesaran ditukar dengan pakaian “ala barat”. Pesta pernikahan di hotel atau tempat lain. Usai pesta, ada upacara pengenalan mempelai pria (Kiangsay). Mengundang kiangsay untuk makan malam, karena saat itu mempelai pria masih belum boleh menginap di rumah mempelai wanita.
Upacara sesudah pernikahan
Tiga hari sesudah menikah diadakan upacara yang terdiri dari :
Cia Kiangsay
Pada upacara menjamu mempelai pria “Cia Kiangsay” intinya adalah memperkenalkan keluarga besar mempelai pria di rumah mempelai wanita. Mempelai pria sudah boleh tinggal bersama.
Cia Ce’em
Sedangkan “Cia Ce’em” di rumah mempelai pria, memperkenalkan seluruh keluarga besar mempelai wanita.
Tujuh hari sesudah menikah diadakan upacara kunjungan ke rumah-rumah famili yang ada orang tuanya. Mempelai wanita memakai pakaian adat Cina yang lebih sederhana.
2.2       PERUBAHAN YANG BIASA TERJADI PADA ADAT UPACARA PERNIKAHAN
    * Ada beberapa pengaruh dari adat lain atau setempat, seperti: mengusir setan atau mahkluk jahat dengan memakai beras kunyit yang ditabur menjelang mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita. Demikian juga dengan pemakaian sekapur sirih, dan lain-lain.
    * Pengaruh agama, jelas terlihat perkembangannya. Sekalipun u
pacara Sembahyang Tuhan / Cio Tao telah diadakan di rumah, tetapi untuk yang beragama Kristen tetap ke Gereja dan upacara di Gereja. Perubahan makin tampak jelas, upacara di Kelenteng diganti dengan di gereja.
    * Pengaruh pengetahuan dan teknologi, dapat dilihat dari kepraktisan upacara. Dewasa ini orang-orang lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara yang berbelit-belit. Apalagi kehidupan di kota-kota besar yang telah dipengaruhi oleh teknologi canggih.
  
*Sebelum zaman modern, wanita tidak diizinkan untuk memilih orang yang mereka menikah. Sebaliknya, keluarga pengantin perempuan memilih calon suami. Nikah dipilih didasarkan pada kebutuhan reproduksi dan kehormatan, serta kebutuhan ayah dan suami.

 Sebagai suatu pranata adat yang tumbuh dan mempengaruhi tingkah laku masyarakat yang terlibat di dalamnya, sasaran pelaksanaan adat pernikahan Tionghoa mengalami masa transisi.
Hal ini ditandai dengan terpisahnya masyarakat dari adat pernikahan tersebut melalui pergeseran motif baik ke arah positif maupun negatif dan konflik dalam keluarga.
Dewasa ini masyarakat Tionghoa lebih mementingkan kepraktisan ketimbang upacara adat. Hampir semua peraturan yang diadatkan telah dilanggar. Kebanyakan upacara pernikahan berdasarkan dari agama yang dianut. Upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang didasarkan atas dan bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan serta berfungsi melindungi keluarga. Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara seragam di semua tempat, tetapi terdapat berbagai variasi menurut tempat diadakannya; yaitu disesuaikan dengan pandangan mereka pada adat tersebut dan pengaruh adat lainnya pada masa lampau.
2.3       PERGESERAN/PERUBAHAN BAJU PENGANTIN
1. Warna 
Salah satu bidang di mana pernikahan Tionghoa benar-benar berdiri terpisah dari pernikahan Barat adalah warna gaun. Dalam sebuah pernikahan barat khas, pengantin wanita bergaun putih untuk melambangkan kesucian. Dalam budaya Tionghoa, adalah kebiasaan untuk pengantin wanita mengenakan gaun yang merah cerah dan yang disulam dengan benang emas dan perak. Para Sejarah Tionghoa dan Kebudayaan Proyek mencatat bahwa merah dianggap membawa keberuntungan, sehingga gaun pengantin berwarna merah dianggap beruntung.
Di zaman modern sekarang ini, kebanyakan pernikahan mengikuti ala barat. Salah satunya adalah warna gaun putih.Orang-orang sudah melupakan tradisi adat pernikahan mereka masing-masing .Mereka ingin sesuatu yang berbau modern sesuai dengan perkembangan zaman.

2. Arti
Lebih dari sekedar warna-warni dan bordir, ada arti untuk sebuah gaun pengantin tradisional Tionghoa.  Bordir di gaun pengantin adalah sangat spesifik. . Naga adalah simbol kekuasaan dan disembah oleh Cina sejak zaman kuno. Ini adalah naga dan phoenix yang merupakan simbol dari pria dan wanita. Menurut Pernikahan Tionghoa, memiliki gaun bordir dengan dua simbol, melambangkan keseimbangan kekuasaan antara maskulin dan feminin.
Pengantin pria akan di pakai sebuah mantel sutra hitam dimana ia akan memakai jubah naga. Baju pengantin tradisional ini diyakini telah diwariskan dari dinasti Qing.Di zaman modern sekarang ini, arti yang terdapat dalam bordir dalam tradisional Tionghoa tidak dipergunakan lagi.Orang-orang mulai melupakan arti dari suatu lambang/simbol naga dan phoenix dalam  pernikahan.Gaun pengantin bordir modern yang dibubuhkan bermotif bunga-bunga sebagai pemanis tambahan.

3. Cadar merah pada pengantin wanita
Pada pesta pernikahan tradisional Tionghoa, pengantin wanita terlihat memakai cadar berwarna merah untuk menutupi muka. Cadar itu biasanya terbuat dari sutra.
Cadar Merah pada Pengantin Wanita Tradisi ini berasal dari masa Dinasti Utara dan Selatan. Dimana pada masa itu para petani wanita mengenakan kain pelindung kepala untuk perlindungan dari terpaan angin atau panasnya matahari ketika sedang bekerja di ladang. Kain itu dapat berwarna apa saja, yang penting mampu menutupi bagian atas kepala. Kebiasaan ini lambat laun menjadi sebuah tradisi.
Pada awal Dinasti Tang, kain tersebut menjadi sebuah cadar panjang hingga ke bahu. Dan tidak lagi hanya dipakai oleh petani wanita.
Pada saat pemerintahan Kaisar Li Jilong dari Dinasti Tang, ia membuat keputusan bahwa semua pembantu wanita istana yang masih dalam masa penantian harus mengenakan cadar untuk menutupi muka. Tidak lama kebiasaan tersebut menjadi sebuah tradisi.
Lama kelamaan kebiasaan memakai cadar itu diterapkan pada pesta pernikahan. Pemakaian cadar pada pengantin wanita dengan tujuan agar kecantikan pengantin wanita tidak menjadi perhatian lelaki lain, dan pengantin pria ingin agar pengantin wanita terlihat anggun.
Pengantin wanita menerima pemakaian cadar itu untuk menunjukkan kesetiaan kepada pengantin pria.
Sejak masa Lima Dinasti (Later Jin), pemakaian cadar menjadi sebuah keharusan pada setiap pesta pernikahan. Warna cadar itu selalu merah yang mewakili kebahagiaan.
Di zaman modern sekarang ini, ada sebagian orang masih memakai cadar dalam pernikahan.Contohnya, pernikahan Pangeran William dan Kate .Kate masih memakai cadar putih yang menutupi wajahnya.
4. Tandu pengantin
Tandu merupakan salah satu kendaraan yang sering digunakan pada jaman dahulu oleh orang-orang Tionghoa yang kaya, sedangkan yang kurang mampu biasanya naik keledai atau berjalan kaki.
Merupakan sebuah kebanggaan tersendiri jika naik tandu dibandingkan keledai yang seringkali ribut. Pada perayaan-perayaan tertentu, seperti pesta pernikahan, tandu digunakan untuk menghantar pengantin wanita ke rumah pengantin pria, baik oleh orang kaya maupun orang miskin.
Ada asal usul mengapa tandu digunakan pada pesta pernikahan.
Terdapat seorang kaisar bijaksana yang sering melakukan kunjungan ke berbagai daerah. Suatu saat sang kaisar dan para anak buahnya sedang berlalu di sebuah perbukitan, tiba-tiba pemandu memberi tahu bahwa iring-iringan akan terhalang oleh iring-iringan lain.
Maka sang kaisar keluar dari tandu untuk melihat apa yang sedang terjadi. Sebuah iring-iringan pernikahan penuh kegembiraan sedang berjalan dengan pengantin wanita mengendarai keledai. Melihat kejadian menggembirakan itu, sang kaisar turut bergembira.
Pada saat kedua rombongan bertemu , rombongan pengantin wanita yang tidak mengetahui bahwa rombongan didepan adalah rombongan kaisar, tidak bersedia mengalah, demikian pula rombongan sang kaisar.
Akhirnya sang kaisar menemukan sebuah ide, ia berkata kepada pengantin wanita, “Tidak hanya aku akan memberikan jalan kepadamu, aku juga akan meminjamkan tanduku jika kamu bisa membuat puisi saat ini juga.”
Pengantin wanita lalu berpuisi, “Melihat rombonganmu, melihat rombonganku. Bukan masalah siapakah pemilik jalan ini. Melihat tandumu, melihat keledaiku. Tidak peduli manakah yang terbaik untuk pesta pernikahanku. Anda haruslah bermurah hati dengan meminjamkan tandu anda. Siapa dapat berkata bahwa saya adalah orang sederhana dan anda orang terhormat. Tidak ada perbedaan disini, hanya sekelompok orang yang ada.”
Sang kaisar sangat terkesan dengan puisi itu, sehingga ia meminjamkan tandunya. Adanya hal itu membuat pesta pernikahan yang ada menjadi semakin menarik perhatian orang ramai.
Sejak itu, setiap pesta pernikahan selalu menggunakan tandu, meskipun terkadang hanya sebuah tandu sederhana.
Meskipun saat ini sudah sangat jarang pesta pernikahan yang menggunakan tandu, namun tandu tetap digunakan pada perayaan-perayaan tradisional.
Di zaman modern sekarang ini, tidak ada orang yang menginginkan memakai tandu dalam pernikahan mereka.Kebanyakan mereka memakai kenderaan mewah yang membawa ke tempat tujuan sesuai dengan pernikahan ala barat.
5.Modern gaun pengantin
Baru-baru ini, pemuda telah berubah sedikit dan mereka bahkan lebih memilih untuk memakai  lebih sederhana dan memakai tanpa jubah atau topi. Itu sudah menjadi tren sekarang untuk mengubah pakaian dua kali atau tiga kali selama semalam. Bahkan memakai gaun perancang terkenal.Hal ini dianggap sebagai simbol status keluarga.
Selain itu gaun pernikahan menjadi pusat perhatian, gaun pengantin Cina juga termasuk hiasan kepala yang rumit namun elegan. Pengantin dihiasi dengan seperti gaya rambut eksklusif untuk menambah kecantikan. Penata rambut juga diberi pelatihan khusus.Kadang-kadang gaya rambut begitu rumit dan berat sehingga pengantin bisa berbuat apa-apa selain untuk menjaga kepalanya lurus sehingga untuk menjaga keseimbangan. Seperti hiasan kepala adalah juga merupakan hasil dari budaya Cina kuno. Dalam dunia modernisasi, orang tidak memilih untuk mengikuti semua budaya dan ritual seperti pengantin Cina bahkan bisa kadang-kadang terlihat dalam pakaian barat gaun putih dengan syal dan jas hitam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar